Direkam dan Disebar ke Situs Porno, Ini Kronologi Pelecehan Seksual Anak oleh Kapolres Ngada

GTN.COM – Kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh Kapolres Ngada AKBP Fajar tengah diperbincangkan publik. Tak hanya merekam dan mengirimkan videonya ke situs porno di Australia, ia juga terjerat kasus narkoba. Berikut kronologi kasus pelecehan seksual yang dilakukan AKBP Fajar.

Peristiwa yang menyeret Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja membuat publik geram. Bahkan, anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selly Andriany Gantina mendesak agar pelaku dihukum maksimal.

“Harus dihukum maksimal. Apalagi dia sebagai Kapolres seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri. Benar-benar perbuatan biadab,” ujar Selly pada Selasa (11/3/2025), dikutip dari Antara.

Dugaan pelecehan seksual ini dinilai kejahatan yang luar biasa. Sebab, AKBP Fajar tak hanya merekam aksinya, melainkan juga mengirimkan video tersebut ke situs porno di Australia pada 2024.

Kronologi Kejadian

Mulanya, pihak berwenang di Australia menemukan dugaan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur. Hal ini disampaikan pada pertengahan 2024, di mana mereka menemukan video tersebut di situs porno Australia.

Otoritas Australia ini pun menelusuri asal konten tersebut hingga menemukan lokasi pengunggahan di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pihaknya langsung menghubungi pejabat terkait di Indonesia untuk meneruskan laporan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Mendapati laporan tersebut, Polri segera melakukan penyelidikan. Dalam hal ini, penyelidikan dilakukan oleh Polda NTT setelah menerima surat dari Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri.

“Dari hasil penyelidikan itu juga benar diduga pelaku memesan kamar dengan identitas yang tidak terbantahkan lagi yaitu fotokopi SIM di resepsionis hotel atas nama FWL,” ujar Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Patar Silalahi pada Selasa (11/3/2025).

Setelah semua alat bukti terpenuhi, tim Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri mengamankan dan memeriksa Fajar.

Penyidik juga meminta keterangan dari tiga anak di bawah umur yang menjadi korban pelecehan seksual oleh Fajar. Mereka di antaranya berusia 14 tahun, 12 tahun, dan 3 tahun. Dalam prosesnya, mereka didampingi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang.

“Sudah 20 hari kami melakukan pendampingan,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Kupang, Imelda Manafe pada Senin (10/3/2025).

Akibat tindakan yang dilakukan pelaku, korban mengalami trauma hingga takut bertemu orang lain. Pihak DPPPA bekerja sama dengan psikolog dan Dinas Sosial langsung memberikan penanganan dan konseling pada korban. Kini, kondisi mereka sudah mulai pulih.

KPAI: Bentuk Baru Perdagangan Orang

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menilai tindakan AKBP Fajar ini merupakan bentuk baru tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Menurutnya, TPPO tidak hanya praktik jual beli manusia, melainkan juga mendistribusikan konten eksploitasi anak untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

“Ini jelas perbuatan pidana yang sangat serius apalagi eksploitasi dan membuat konten untuk menghasilkan uang. Dan ini artinya salah satu bentuk baru atau lain tindakan pidana perdagangan orang,” ujar Ai Maryati pada Senin (10/3/2025).

Dipecat hingga Dijerat Pasal Berlapis

Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly menyebut AKBP Fajar tidak cukup hanya dihukum pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) di lingkungan Polri saja.

Ia juga harus dituntut berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Statusnya sebagai pejabat daerah turut membuat hukumannya semakin berat.

“Bila di-juncto-kan, serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Akan tetapi, karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas,” ujar Selly.

Dalam hal ini, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani turut mengecam tindakan Fajar. Ia meminta kepastian sanksi tegas bagi pelaku dan upaya sistematis kepolisian agar kejadian serupa tidak terulang.

“Semua pihak perlu memastikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual diaplikasi dengan optimal pada proses hukum kasus ini,” ujar Andy.

Pelaku juga Terlibat Narkoba

Tidak hanya kasus pelecehan seksual, Kapolres Ngada non-aktif tersebut juga diperiksa dugaan penyalahgunaan narkoba. Hal ini disampaikan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT, Kombes Hendry Novika Chandra.

Menurutnya, AKBP Fajar dinyatakan positif narkotika usai melewati sejumlah pemeriksaan, salah satunya tes urine.

“Hasil pemeriksaan dari hasil tes urine sudah dinyatakan positif penggunaan narkoba,” ujar Hendry pada Selasa (4/3/2025).

Kini, AKBP Fajar dinonaktifkan dari jabatan sebagai Kapolres Ngada. Posisinya digantikan oleh AKBP Rachmad Muchamad Salihi sebagai Pelaksana tugas (Plt) Kapolres Ngada.

(mhs/idb)